MAKALAH
KEBIJAKAN IMPOR
Untuk
Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Pengantar Ilmu Ekonomi
Disusun
oleh :
Kelompok 6
1. Lia Damayanti (201610200311152)
2. Tri Wulandari (201610200311127)
3. Moh. Ramdhan Hanafi (201610200311134)
4. Fitra
Kelas :
Agroteknologi II C
JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN PETERNAKAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH MALANG
2017
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat Rahmat dan izinnya, kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Kebijakan Impor” sebagai tugas kelompok
dari mata kuliah Pengantar Ilmu Ekonomi. Pemberian tugas ini bertujuan untuk
mengetahui lebih lanjut tentang impor dan kebijakan-kebijakan impor. Terima kasih kami ucapkan kepada berbagai pihak yang telah mendukung terselesaikannya
makalah ini. Tak lepas dari kekurangan, kami sadar bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna. Saran dan kritik yang membangun diharapkan demi karya yang
lebih baik dimasa mendatang. Besar harapan kami semoga makalah ini membawa manfaat
khususnya bagi kami dan bagi pembaca pada umumnya.
Malang, 3 Maret 2017
Penyusun
Kelompok 6
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR............................................................................................
ii
DAFTAR
ISI........................................................................................................
..iii
BAB
I PENDAHULUAN........................................................................................1
A.
Latar
Belakang............................................................................................1
B.
Rumusan
Masalah.......................................................................................1
C.
Tujuan
Penulisan.........................................................................................1
BAB
II
PEMBAHASAN.........................................................................................2
A.
Pengertian
Impor........................................................................................2
B.
Faktor-Faktor yang
Menyebabkan Perubahan Nilai impor........................2
C.
Kebijakan Impor.........................................................................................2
1.
Hambatan
Tarif (Tariff Barrier) ............................................................3
D.
Peran Pemerintah dalam
Kebijakan Impor.................................................9
1.
Tarif......................................................................................................10
2.
Kuota....................................................................................................11
3.
Pengendalian devisa.............................................................................11
4.
Subtitusi impor.....................................................................................11
5.
Devaluasi..............................................................................................12
E.
Produk Impor............................................................................................12
F.
Kondisi Impor Beras Di Indonesia...........................................................12
BAB
III KESIMPULAN DAN SARAN................................................................17
A.
Kesimpulan...............................................................................................17
B.
Saran..........................................................................................................17
DAFTAR
PUSTAKA............................................................................................18
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Kebijakan
Perdagangan internasional adalah suatu
aturan yang dibentuk oleh badan
badan tertentu dalam melakukan perdagangan dunia yang dilakukan
oleh penduduk suatu negara dengan penduduk
negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa
antar perorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah
suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Di
banyak negara, perdagangan Internasional menjadi salah satu faktor utama untuk
meningkatkan GDP. Di Indonesia perdagangan Internasional juga terjalin dengan negara negara luar termasuk yang satu kawasan dengan
Indonesia.
B. Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana menjelaskan istilah impor ?
2.
Bagaimana menjelaskan faktor-faktor yang mendasari impor?
3.
Bagaimana menjelaskan kebijakan impor?
4.
Bagaimana peran pemerintah dalam kebijakan impor?
5.
Apa sajakah produk impor indonesia?
6.
Bagaimana kondisi impor beras di Indonesia?
C. Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui bagaimana menjelaskan istilah impor
2.
Mengetahui bagaimana menjelaskan faktor-faktor yang mendasari impor
3.
Mengetahui bagaimana menjelaskan kebijakan impor
4.
Mengetahui bagaimana peran pemerintah dalam kebijakan impor
5.
Mengetahui apa sajakah produk impor indonesia
6.
Mengetahui bagaimana kondisi impor beras di Indonesia
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Impor
Impor dapat
diartikan sebagai pembelian barang dan jasa dari luar negeri ke dalam negeri
dengan perjanjian kerjasama antara dua negara atau lebih. Impor juga bisa
dikatakan sebagai perdagangan dengan cara memasukkan barang dari luar negeri ke
wilayah Indonesia dengan memenuhi ketentuan yang berlaku. Kegiatan impor dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan rakyat. Produk impor merupakan barang-barang yang tidak dapat
dihasilkan atau negara sudah dapat menghasilkan barang tersebut, tetapi tidak
dapat mencukupi kebutuhan rakyat.
Impor ditentukan oleh kesanggupan atau
kemampuan dalam menghasilkan barang-barang yang bersaing dengan buatan luar
negeri. Yang berarti nilai impor tergantung dari nilai tingkat pendapatan
nasional negara tersebut. Makin tinggi pendapatan nasional, semakin rendah
menghasilkan barang-barang tersebut, maka impor pun semakin tinggi. Sebagai
akibatnya banyak kebocoran dalam pendapatan nasonal.
B. Faktor-Faktor
yang Menyebabkan Perubahan Nilai impor
Perubahan nilai
impor di Indonesia sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi sosial politik,
pertahanan dan keamanan, inflasi, kurs, valuta asing serta
tingkat pendapatan dalam negeri yang diperoleh dari sektor-sektor yang mampu
memberikan pemasukan selain perdagangan internasional. Besarnya nilai impor
Indonesia antara lain ditentukan oleh kemampuan Indonesia dalam mengolah dan
memanfaatkan sumber yang ada dan juga tingginya permintaan impor dalam negeri.
C. Kebijakan Impor
Kebijakan perdagangan internasional
di bidang impor dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu kebijakan hambatan
tarif (tariff barrier) dan kebijakan hambatan non-tarif (non-tariff
barrier).
Hambatan tarif (tariff barrier)
adalah suatu kebijakan proteksionis terhadap barang – barang produksi dalam
negeri dari ancaman membanjirnya barang – barang sejenis yang diimpor dari luar
negeri, dengan cara menarik atau mengenakan pungutan bea masuk kepada setiap
barang impor yang masuk untuk dipakai atau dikonsumsi habis di dalam negeri.
Hambatan
tarif (tariff barrier) adalah suatu kebijakan proteksionis terhadap
barang-barang produksi dalam negeri dari ancaman membanjirnya barang-barang
sejenis yang diimpor dari luar negeri. Tarif adalah hambatan perdagangan yang berupa penetapan
pajak atas barang-barang impor atau barang-barang dagangan yang melintasi
daerah pabean (custom area). Sementara itu, barang-barang yang
masuk ke wilayah negara dikenakan bea masuk. Efek kebijakan ini terlihat
langsung pada kenaikan harga barang. Dengan pengenaan bea masuk yang
besar, pendapatan negara akan meningkat sekaligus membatasi permintaan konsumen
terhadap produk impor dan mendorong konsumen menggunakan produk domestik.
o
Bea Ekspor (export duties) adalah
pajak/bea yang dikenakan terhadap barang yang diangkut menuju negara lain (di
luar costum area).
o
Bea Transito (transit duties)
adalah pajak/bea yang dikenakan terhadap barang-barang yang melalui batas
wilayah suatu negara dengan tujuan akhir barang tersebut negara lain.
o
Bea Impor (import duties) adalah
pajak/bea yang dikenakan terhadap barang-barang yang masuk dalam suatu
negara (tom area).
b. Jenis
Tarif:
§
Ad valorem duties, yakni bea pabean yang tingginya dinyatakan dalam
presentase dari nilai barang yang dikenakan bea tersebut.
§ Specific duties, yakni bea pabean yang tingginya
dinyatakan untuk tiap ukuran fisik daripada barang.
§
Specific ad valorem atau compound duties, yakni
bea yang merupakan kombinasi antara specific dan ad valorem. Misalnya suatu
barang tertentu dikenakan 10% tarif ad valorem ditambah Rp 20,00 untuk setiap
unit.
c. Sistem
Tarif
o
Single-column tariffs
Yaitu
sistem di mana untuk masing-masing barang hanya mempunyai satu macam tarif.
Biasanya sifatnya autonomous tariffs (tarif yang tingginya ditentukan
sendiri oleh sesuatu negara tanpa persetujuan dengan negara lain). Kalau
tingginya tarif ditentukan dengan perjanjian dengan negara lain disebut conventional
tariffs.
o
Double-column tariffs
Yaitu
sistem di mana untuk setiap barang mempunyai 2 (dua) tarif. Apabila kedua tarif
tersebut ditentukan sendiri dengan undang-undang, maka namanya : “bentuk
maksimum dan minimum”.
o
Triple-column tariffs
Yaitu
sistem yang biasanya digunakan oleh negara penjajah. Sebenarnya sistem ini
hanya perluasan daripada double column tariffs, yakni dengan menambah satu
macam tariff preference untuk negara-negara bekas jajahan atau afiliasi
politiknya. Sistem ini sering disebut dengan nama “preferential system”.
d.
Efek Tarif
Pembebanan
tarif terhadap sesuatu barang dapat mempunyai efek terhadap perekonomian suatu
negara, khususnya terhadap pasar barang tersebut. Beberapa sfek tarif tersebut
adalah :
- Efek
terhadap harga (price effect)
- Efek
terhadap konsumsi (consumption effect)
- Efek
terhadap produk (protective/import substitution effect)
- Efek
terhadap redistribusi pendapatan (redistribution effect)
e. Effective
Rate of Protection
Tarif
terhadap bahan mentah akan menaikkan ongkos produksi. Apabila tarif hanya
dikenakan pada barang jadi maka harga barang tersebut akan naik. Hubungan
antara tarif terhadap barang jadi dan tarif terhadap bahan mentah dapat
dinyatakan dengan adanya “effective rate of protection” yang dinikmati
oleh produsen yang memproses barang jadi tersebut. apabila barang jadi dan juga
bahan mentah impor itu dikenakan tarif, maka effective rate of protection bagi
produsen barang tersebut makin tinggi apabila makin rendah tarif terhadap bahan
mentah.
f. Alasan
Pembebanan Tarif
·
Yang secara ekonomis dapat dipertanggungjawabkan
1. Memperbaiki dasar tukar
Pembebanan
tarif dapat mengurangi keinginan untuk mengimpor. Ini berarti bahwa untuk
sejumlah tertentu ekspor menghendaki jumlah impor yang lebih besar, sebagian
daripadanya diserahkan kepada pemerintah sebagai pembayaran tarif.
2. Infant-industry
Pembebanan
terif terhadap barang dari luar negeri dapat memberi perlindungan terhadap
industri dalam negeri yang sedang tumbuh ini.
3. Diversifikasi
Pembebanan
tarif industri dalam negeri dapat berkembang sehingga dapat memperbanyak jumlah
serta jenis barang yang dihasilkan terutama oleh negara yang hanya menghasilkan
satu atau beberapa macam barang saja
4. Employment
Pembebanan
tarif mengakibatkan turunnya impor dan menaikkan produksi dalam negeri.
5. Anti dumping
Pembebanan
tarif terhadap barang yang berasal dari negara yang menjalankan politik dumping
supaya tidak terkena akibat jelek daripada politik tersebut.
·
Yang secara ekonomis tidak dapat dipertanggungjawabkan
1. To keep money at home
Pembebanan
tarif impor, maka impor akan berkurang sehingga akan mencegah larinya uang ke
luar negeri.
2. The low-wage
Negara
yang tingkat upahnya tinggi tidak dapat mengadakan hubungan dengan negara yang
tingkat upahnya rendah tanpa menanggung risiko akan turunnya tingkat upah.
Untuk melindungi para pekerja yang upahnya tinggi dari persaingan para pekerja
yang upahnya rendah maka negara yang tingkat upahnya tinggi tersebut perlu
membebankan tarif bagi barang yang berasal dari negara yang tingkat upahnya
rendah.
3. Home market
·
Yang tidak dapat diuji atau dibuktikan, karena mengandung
premis ekonomi yang salah.
Tarif
akan mengakibatkan turunnya atau hilangnya impor dan diganti dengan produksi
dalam negeri. Kenaikan produksi berarti tambahnya kesempatan kerja yang
akhirnya berarti pula kenaikan kegiatan ekonomi.
Nontariff Barrier (NTB) adalah berbagai kebijakan perdagangan selain bea
masuk yang dapat menimbulkan distorsi sehingga mengurangi potensi manfaat
perdadangan internasional. Secara garis besar NTB dapat dikelompokkan sebagai
berikut :
a. Pembatasan Spesifik
(Specific Limitation)
Pembatasan spesifik terdiri dari larangan impor secara mutlak, pembatasan
impor atau kuota sistem, peraturan atau ketentuan teknis untuk impor produk
tertentu, peraturan kesehatan/karantina, peraturan pertahanan dan keamanan
negara, peraturan kebudayaan, perizinan impor / impor licences serta embago.
b. Peraturan Bea Cukai (Custom
Administration Rules)
Peraturan bea
cukai terdiri dari tatalaksana impor tertentu (produce), penetapan harga pabean
(custom value) penetapan forex rate (kurs valas) dan pengawasan devisa (forex
control), consulat formalities, packaging/labeling regulation, dokumentation
needed, quality and testing standard, pungutan administrasi (fees) serta tarif
classification.
c. Campur Tangan Pemerintahan (Government
Participation)
Campur tangan
pemerintah terdiri dari kebijakan pengadaan pemerintahan, subsidi dan insentif
ekspor, conterrvailing duties, domestic assistance programs dan trade
diverting.
d. Kuota
Kuota adalah
suatu pembatasan atau jumlah barang yang dapat diimpor oleh suatu negara dari
semua negara atau dari negara-negara tertentu dalam jangka waktu yang
ditentukan.
Kuota terdiri
dari :
A.
Absolute Quota
Absolute
quota mengizinkan pemasukan komoditas tertentu dalam jumlah yang ditetapkan
selama jangka waktu tertentu.
B.
Tariff Rate Quota
Tarif rate
quota mengizinkan pemasukan barang dalam jumlah tertentu ke suatu negara dengan
tarif yang diturunkan selama jangka waktu tertentu,
Tujuan dari penetapan kuota ekspor adalah, sebagai berikut :
o
Mencegah barang-barang
penting berada di tangan negara lain
o
Untuk menjamin tersedianya
barang-barang di dalam negeri dalam proporsi yang cukup
o
Untuk mengadakan
pengawasan produksi serta pengendalian harga guna mencapai stabilitas harga di
dalam negeri.
Menurut
ketentuan WTO (World Trade Organization), sistem kuota ini hanya dapat
digunakan dalam hal berikut :
§
Untuk melindungi hasil pertanian
§
Untuk menjaga keseimbangan balance of payment
(neraca pembayaran internasional)
§
Untuk melindungi
kepentingan ekonomi nasional.
Kuota biasanya menjadi jalan tengah. Artinya, bila pemerintah negara
tidak melakukan pelarangan impor suatu barang, tetapi tidak juga ingin
menggunakan tarif karena dikhawatirkan bisa menaikkan harga dalam negeri, maka
kuota adalah cara yang ditetapkan untuk membatasi jumlah maksimum yang bisa
diimpor.
5. Larangan Ekspor
Dalam perdagangan internasional, larangan ekspor tidak banyak diterapkan.
Sebenarnya larangan ekspor lebih kepada kemauan pemerintah suatu negara untuk
melarang sama sekali ekspor komoditas tertentu seperti rotan baku, kayu
gergajian dan minyak sawit. Larangan ekspor merupakan kebijakan pemerintah
suatu negara melarang total semua ekspor komoditas tertentu. Tujuannya adalah
agar industri berkembang, membuka kesempatan kerja baru, dan memberantas
penyelundupan.
6. Larangan Impor
Larangan impor adalah kebijakan perdagangan internasional yang melarang
secara mutlak impor komoditas tertentu. Misalnya, larangan impor karet mentah
atau larangan impor pakaian bekas. Kebijakan larangan impor dapat dijelaskan
dengan gambar di bawah ini.
7. Subsidi
Subsidi adalah kebijakan pemerintah untuk memberikan perlindungan atau
bantun kepda industri (pengusaha) dalam negeri dalam bentuk modal, bisa berupa
mesin-mesin, peralatan, keahlian, keringanan pajak, pengembalian pajak,
fasilitas kredit dan subsidi harga yang bertujuan menambah produksi dalam
negeri, mempertahankan jumlah konsumsi di dalam negeri, serta menjual produk
dengan harga yang lebih murah daripada produk impor.
Menurut Boediono, kebijakan subsidi tidak merugikan konsumen seperti
kebijakan lainnya di bidang perdagangan internasional. Setelah diberikan
subsidi, besarnya konsumsi masyarakat dan harga pun tidak mengalami kenaikan.
Produsen dalam negeri juga tetap bisa menambah keuntungan karena bisa menjual
lebih banyak meskipun harganya tetap. Dengan demikian, kebijakan subsidi lebih
baik daripada kebijakan lainnya karena alasan sebagai berikut.
o
Subsidi diberikan secara
terbuka, sehingga msyarakat bisa menilai manfaat
atau kerugiannya.
o
Subsidi tersebut dibiayai
dengan cara yang lebih adil karena tidak terjadi distribusi pendapatan dari
konsumen kepada produsen. Artinya, konsumen tidak dikenakan kenaikan harga
konsumsi yang berkurang, tetapi konsumen tetap membayar dengan harga semula dan
jumlah konsumsinya tidak berkurang.
6. Premi
Premi adalah penambahan dana (dalam bentuk uang) kepada produsen yang
berhasil mencapai target produksi (prestasi) yang ditentukan oleh pemerintah.
Dengan adanya premi dan subsidi kepada produsen dalam negeri maka :
§
Hasil jual barang lebih murah lebih terjangkau oleh masyarakat menyebabkan
permintaan bertambah banyak.
§
Hasil produksi meningkat
§
Menjaga kelangsungan hidup (kontinuitas)
perusahaan
8. Diskriminasi Harga
Deskriminasi harga ialah penetapan harga jual yang berbeda pada dua pasar
atau lebih yang sama. Tujuannya adalah untuk mengadakan pengawasan terhadap
harga jual dan harga beli sehinga dpat diketahui elastisitas permintaan. Selain
itu, juga untuk memaksimalkan keuntungan.
Penyebab suatu negara melakukan diskriminasi harga adalah sebagai berikut.
o
Sifat barang yang dijual
dapat memungkinkan dilakukan diskriminasi harga.
o
Barang tidak dapat
dipindahkan dari suatu pasar ke pasar lain
o
Sifat permintaan dan elastisitas permintaan di
masing-masing pasar haruas berbeda
o
Produsen dapat
mengeksploitasi beberapa sikap tidak rasional konsumen, misalnya perbedaan
kemasan, ukuran dan warna.
9. Dumping
Dumping adalah suatu kebijakan diskriminasi harga secara internasional
(international price discrimination) yang dilakukan dengan menjual suatu
komoditas di luar negeri dengan harga yang lebih murah dibandingkan yang
dibayar konsumen di dalam negeri.
Ada tiga tipe dumping, yaitu sebagai berikut :
a.
Presistent dumping, yaitu kecenderungan monopoli yang berkelanjutan dari suatu
perusahaan di pasar domestik untuk memperoleh profit maksimum dengan menetapkan
harga yang lebih tinggi di dalam negeri daripada di luar negeri.
b. Predatory dumping, yaitu tindakan perusahaan untuk menjual barangnya di
luar negeri dengan harga yang lebih murah untuk sementara sehingga dapat
menggusur atau mengalahkan perusahaan lain dari persaingan bisnis. Setelah dapat
monopoli pasar, harga kembali dinaikkan untuk mendapat profit maksimum.
c. Sporadic
dumping, yaitu tindakan perusahaan dalam menjual produknya di luar negeri
dengan harga yang lebih murah secara sporadic dibandingkan harga di dalam
negeri karena adanya surplus produksi di dalam negeri. Tujuan kebijakan ini
adalah :
§ Untuk menguasai
pasar luar negeri
§ Untuk menghabiskan barang-barang produk lama.
D. Peran Pemerintah dalam Kebijakan Impor
Perdagangan antar negara dari waktu
ke waktu semakin berkembang, bahkan dalam perkembangannya saat ini, perdagangan
antarnegara semakin meluas hingga meliputi beragam bidang kehidupan. Bahkan
barang-barang yang kita konsumsi sehari-hari tidak bisa lepas dari keterlibatan
negara lain. Kondisi ini ditunjang dengan hadirnya era globalisasi dalam
kehidupan kita. Setiap hari kita bisa melihat atau meniru beragam kebutuhan
hidup dari negara lain hanya dengan menonton tayangan televisi.
Kemudahan-kemudahan ini menyebabkan masyarakat mudah pula untuk mengonsumsi
produk impor. Dengan demikian, kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi. Di pihak
lain, maraknya produk impor di pasar dalam negeri dapat menjadi pesaing bagi
pengusaha domestik, bahkan dapat mematikan. Untuk mengantisipasi hal tersebut
diperlukan peran pemerintah. Peran pemerintah dalam bidang impor adalah dengan
menerapkan berbagai macam kebijakan impor yaitu sebagai berikut :
a. Tarif
Tarif atau biaya merupakan kebijakan
pembebanan pajak atas barang-barang impor atau yang masuk Indonesia. Kebijakan
ini ditetapkan untuk meningkatkan sumber penerimaan negara dalam bentuk devisa.
Tidak hanya itu tujuan yang utama adalah untuk melindungi industri dalam negeri
di tengah serbuan produk impor . Masuknya produk produk impor menambah
persaingan dalam penjualan barang dan jasa. Pemerintah perlu menetapkan
kebijakan atas barang impor yaitu dengan kebijakan tarif. Adanya pengenaan
tarif ini menyebabkan harga barang impor menjadi lebih mahal, kondisi ini
diharapkan agar masyarakat urung untuk membeli produk-produk impor dan lebih
memilih produk dalam negeri. Kebijakan ini dikenakan atas barang barang yang
sudah dapat diproduksi di dalam negeri seperti mobil atau otomotif.
Barang-barang mewah seperti pakaian mahal dan jam tangan mewah, maupun
barang-barang yang dapat merusak kesehatan masyarakat.
Secara umum besarnya tarif dihitung
atas nilai barang. Misalnya 0%, 10% atau 20%. Semakin besar nilai
tarifnya, semakin tinggi pula harga barang impor tersebut. Pembebanan tarif yang
tinggi akan membantu pemerintah dalam melindungi atau memproteksi produsen
dalam negeri yang belum kuat dalam menghadapi persaingan. Sisi negatifnya
adalah bahwa dari pembebanan tarif tinggi akan muncul penyelundupan atas barang
barang impor yang mewah. Sudah bukan rahasia lagi jika barang barang impor
mewah yang masuk indonesia tanpa dibebani biaya masuk sangatlah banyak,
penyelundupan ini terjadi karena pengawasan terhadap kebijakan yang terlalu
longgar. Dalam perkembangannya terutama di era perdagangan bebas kebijakan
tarif ini sudah dihapuskan.
b. Kuota
Kebijakan kuota impor dilakukan
untuk membatasi masuknya barang impor dalam negeri. Pemerintah dapat menentukan
jumlah atau jenis barang impor yang akan masuk ke dalam negeri, hal ini akan
membantu produsen dalam negeri untuk memproduksi barang yang dirasa mampu
bersaing dengan barang impor yang dijual di pasar dalam negeri. Bahkan impor
barang tertentu dapat dilarang oleh pemerintah misalnya, impor limbah industri
atau rumah tangga maupun pakaian bekas. Impor barang-barang ini akan merusak
pasar di dalam negeri, sehingga industri kecil akan terkena imbasnya.
Sebaliknya untuk meningkatkan produksi dalam negeri pemerintah akan
memprioritaskan impor bahan baku dan barang modal, kedua barang ini merupakan komoditas
impor indonesia.
c. Pengendalian
devisa
Devisa adalah sejumlah valuta asing
untuk membiayai transaksi perdagangan internasional. Dari hasil ekspor yang dilakukan,
suatu negara akan mendapatkan devisa. Dalam pemanfaatannya, negara harus
mempertimbangkan dengan matang. Devisa tidak hanya untuk membayar impor barang
saja melainkan juga untuk membiayai kebutuhan lain seperti pembangunan atau
pembayaran utang luar negeri. agar devisa negara tidak akan cepat habis, negara
harus menghemat dalam pengeluaran nya, salah satunya adalah mengurangi
pengeluaran atas impor barang. Pengendalian devisa merupakan salah satu upaya
untuk menekan impor, dengan kebijakan ini, importir harus memperoleh izin
terlebih dahulu sebelum mengimpor barang tertentu dalam negeri, apabila negara
telah mengeluarkan izin impor barang tersebut, importir akan mendapatkan jatah
devisa.
d. Subtitusi
impor
Perkembangan sektor usaha kecil dan
menengah di dalam negeri dewasa ini cukup pesat. Setiap daerah memiliki produk
unggulan yang dapat dibanggakan. Perkembangannya didukung oleh kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Oleh karenanya sektor industri dalam negeri saat ini
telah mampu untuk memproduksi barang-barang yang menyamai kualitas barang
impor, dengan demikian konsumen dalam negeri dapat dengan mudah mencari barang
substitusi atau pengganti atas barang impor tersebut. Bagi negara, perkembangan
positif ini akan mengurangi ketergantungan terhadap produk-produk impor yang
beredar di pasar dalam negeri.
e. Devaluasi
Devaluasi merupakan kebijakan
menurunkan nilai mata uang rupiah terhadap mata uang asing dengan sengaja,
misalnya kurs rupiah dari Rp. 8.850 per dolar dinaikan menjadi Rp. 9.000 per
dolar. Kebijakan ini mengakibatkan barang impor menjadi lebih mahal daripada
harga sebelumnya, apabila harga barang impor mahal permintaan terhadap barang
impor akan berkurang. Berkurangnya barang impor memberikan peluang bagi
produsen dalam negeri untuk meningkatkan daya saing produknya.
E. Produk Impor
Indonesia mengimpor barang-barang
konsumsi bahan baku dan bahan penolong serta bahan modal. Barang-barang
konsumsi merupakan barang-barang yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari, seperti makanan, minuman, susu, mentega, beras, dan daging. Bahan
baku dan bahan penolong merupakan barang- barang yang diperlukan untuk kegiatan
industri baik sebagai bahan baku maupun bahan pendukung, seperti kertas,
bahan-bahan kimia, obat-obatan dan kendaraan bermotor.
Barang
modal adalah
barang yang digunakan untuk modal usaha seperti mesin, suku cadang, komputer,
pesawat terbang, dan alat-alat berat. Produk impor Indonesia yang berupa
hasil pertanian, antara lain, beras, terigu, kacang kedelai dan buah-buahan.
Produk impor Indonesia yang berupa hasil peternakan antara lain daging dan
susu.
Produk impor Indonesia yang berupa
hasil pertambangan antara lain adalah minyak bumi dan gas, produk impor
Indonesia yang berupa barng industri antara lain adalah barang-barang
elektronik, bahan kimia, kendaraan. dalam bidang jasa indonesia mendatangkan
tenaga ahli dari luar negeri.
F. Kondisi Impor Beras Di Indonesia
Indonesia merupakan Negara
yang sebagian besar masyarakatnya bertopang pada sektor pertanian sebagai mata
pencaharian. Akan tetapi, petani Indonesia bukanlah merupakan mereka yang
tingkat kesejahteraannya tinggi. Mereka merupakan orang-orang yang masih miskin
dan terpinggirkan. Mereka sering dirugikan oleh masalah kebijakan perberasan
yang dilakukan oleh pemerintah. Belum lagi masalah sosial ekonomi lain yang
mereka hadapi sebagai petani. Permasalahan beras dan petani menjadi sebuah
ironi bagi negeri ini. Sebuah ironi karena negara ini merupakan negara peghasil
beras, akan tetapi melakukan impor beras dalam jumlah yang tidak sedikit. Pada
umumnya sebagian masyarakat menganggap bahwa impor beras dipicu oleh produksi
atau suplai beras dalam negeri yang tidak mencukupi. Akan tetapi, pada
kenyataannya impor beras dilakukan ketika data statistik menunjukkan bahwa
Indonesia sedang mengalami surplus beras. Badan Pusat Statistik (BPS) dalam
Angka Ramalan II (ARAM II) memperkirakan produksi padi pada tahun 2011 mencapai
68,06 juta ton gabah kering giling (GKG), naik 2,4 persen dibandingkan tahun
2010. Jika dikonversi ke beras, artinya pada tahun ini produksi
beras nasional sebesar 38,2 juta ton. Apabila dibandingkan dengan
konsumsi beras Indonesia sebanyak 34 juta ton per tahun, Indonesia sedang
mengalami surplus beras sebanyak kurang lebih 4 juta ton beras. Jadi, mengapa
pemerintah masih melakukan impor beras pada tahun ini ?
Kebijakan Usaha Pertanian di Indonesia
Menurut Surono (2001), berbagai kebijakan dalam usaha pertanian (beras)
yang telah ditempuh pemerintah pada dasarnya kurang berpihak kepada kepentingan
petani. Pertama, terdapat kebijakan tariff impor yang sangat rendah sehingga
mendorong semakin mudahnya beras impor masuk dan melebihi kebutuhan dalam
negeri. Kedua, penghapuan subsidi pupuk yang merupakan sarana produksi utama
petani dapat mengurangi produktifitas petani. Selajutnya, teknologi yang
dimiliki petani Indonesia juga sudah jauh tertinggal sehingga kualitas beras
yang dihasilkan pada umumnya kalah dengan kualitas beras impor.
Kebijakan Impor Beras dari Tahun Ke Tahun
Tahun 1998
Pada tahun 1998, terdapat kebijakan tarif impor nol persen. Kebijakan ini
dilakukan karena kondisi krisis ekonomi yang menyebabkan terjadinya kenaikan
harga barang dan keadaan iklim yang tidak mendukung produksi gabah.
Tahun 2000
Pada tahun 2000, pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan poteksi terhadap
pertanian padi nasional. Kebijakan tariff nol persen pun dihapuskan. Hal ini
dikarenakan impor beras dari Negara asing makin membanjiri pasar domestik
Indonesia semenjak diberlakukannya Perjanjian Pertanian Organisasi Perdagangan
Dunia (Agreemet of Agriculture, World Trade Organization) pada tahun 1995.
Akhirnya kebijakan proteksi berupa tariff ad-valorem sebesar 30 persen
ditetapkan. Selain kebijakan tariff, terdapat juga kebijakan proteksi
non-tarrif. Pada saat itu, kedua kebijakan proteksi, yaitu tariff dan non
tariff berjalan sangat efektif. Petani lokal sangat terlindungi serta harga
beras cenderung stabil. Akan tetapi, kebijakan proteksi seperti ini sudah tidak
relevan lagi jika diterapkan sekarang. Saat ini kebijakan tersebut memang sudah
tidak populer dan sudah sangat jarang dipakai oleh Negara-negara di dunia. Hal
ini dikarenakan globalisasi yang semakin memaksa Negara-negara untuk terbuka
terhadap Negara lain. Kalaupun Negara Indonesia menerapkan tariff terhadap
impor beras, tariff itu sangatlah rendah sehingga harga beras impor menjadi
lebih murah dari beras lokal. Dengan kualitas beras
impor yang berada di atas kualitas beras lokal, beras lokal pun menjadi kalah
saing dengan beras impor.
Tahun 2011
Berdasarkan data BPS, sejak tahun 2008 produksi beras nasional selalu
surplus. Tetapi sejak tahun 2008 hingga kini, Impor beras terus dilakukan.
Sampai Juli 2011, Pemerintah telah melakukan pengadaan beras melalui impor
sebanyak 1,57 juta ton.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), beras impor tersebut paling
banyak berasal dari Vietnam yaitu 892,9 ribu ton dengan nilai US$ 452,2 juta.
Sementara beras impor Thailand, telah masuk sebanyak 665,8 ribu ton dengan
nilai US$ 364,1 juta hingga Juli. Selain dari Vietnam dan Thailand, pemerintah
juga mengimpor beras dari Cina, India, Pakistan, dan beberapa negara lainnya.
Mengapa Impor
Pertama, bulog mengklaim bahwa mereka mengimpor dengan tujuan mengamankan
stok beras dalam negeri. Bulog berargumen bahwa data produksi oleh BPS tidak
bisa dijadikan pijakan sepenuhnya. Perhitungan produksi beras yang merupakan
kerjasama antara BPS dan Kementrian Pertanian ini masih diragukan
keakuratannya, terutama metode perhitungan luas panen yang dilakukan oleh Dinas
Pertanian yang megandalkan metode pandangan mata.
Selanjutnya, data konsumsi beras juga diperkirakan kurang akurat. Data ini kemungkinan besar merupakan data yang underestimate atau
overestimate. Angka konsumsi beras sebesar 139 kg/kapita/tahun
sebenarnya bukan angka resmi dari BPS. Jika merujuk pada data BPS yang
didasarkan pada Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), konsumsi beras pada
tahun ini mencapai 102 kg/kapita/tahun. Angka ini underestimate, karena
SUSENAS memang tidak dirancang untuk menghitung nilai konsumsi beras nasional.
Sebenarnya kebijakan impor beras ini juga bisa menjadi tantangan
tersendiri bagi petani untuk meningkatkan produksi dan kualitas beras. Para
petani dituntut untuk berproduksi bukan hanya mengandalkan kuantitas tetapi
juga kualitas. Tentunya hal ini sedikit
sulit terjadi tanpa adanya dukungan dari pemerintah. Hal ini dikarenakan petani
lokal relatif tertinggal dari petani luar negeri terutama dalam bidang teknologi.
Pemerintah harus memberi kepastian jaminan pasar sebagai peluang mengajak
petani bergiat menanam komoditas tanaman pangan.
Mengapa Tidak Impor
Kebijakan yang dipilih pemerintah untuk membuka kran Impor juga
mendatangkan kontra. Pada satu sisi, keputusan importasi beras tersebut
berlangsung ketika terjadi kenaikan harga beras saat ini. Selain itu, produksi
padi dalam negeri dinyatakan cukup, dan masa panen masih berlangsung di banyak
tempat. Bahkan berdasarkan Angka Ramalan (ARAM) II yang dikeluarkan Badan Pusat
Statistik (BPS), produksi padi nasional tahun ini diperkirakan mencapai 68,06
juta ton gabah kering giling, meningkat 1,59 juta ton (2,40%) dibandingkan
tahun 2010 lalu. Kenaikan produksi diperkirakan terjadi karena peningkatan luas
panen seluas 313,15 ribu hektar (2,36%), dan produktivitas sebesar 0,02 kuintal
per hektar (0,04%). Sementara itu, berdasarkan data Kementerian Pertanian,
terdapat tiga provinsi yang mencatat surplus padi, yakni Jawa Timur, Jawa
Tengah, dan Sulawesi Selatan. Surplus yang tejadi pada beberapa daerah ini
tentunya dapat dijadikan cadangan oleh Bulog dan untuk didistribusikan ke
daerah lain yang mengalami defisit. Selanjutnya, impor beras
yang terjadi di tengah produksi berlebih menurut data BPS sekarang ini memiliki
dampak negatif yang panjang, seperti berkurangnya devisa negara, disinsentif
terhadap petani, serta hilangnya sumber daya yang telah terpakai dan beras yang
tidak dikonsumsi dan terserap oleh bulog.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Impor dikatakan sebagai
perdagangan dengan cara memasukkan barang dari luar negeri ke wilayah Indonesia
dengan memenuhi ketentuan yang berlaku. Agar kegiatan impor dapat saling
menguntungkan antara dua negara atau lebih maka dibuatlah kebijakan impor.
Kebijakan impor di buat oleh persetujuan masyarakat dunia dan juga oleh negara
sendiri asalkan tidak melanggar atau menyimpang dari kebijakan perdagangan
dunia. Tanpa ada kebijakan impor, kegiatan impor ditakutkan dapat merugikan
suatu negara.
B. Saran
Indonesia adalah negara
agraris, dimana pertanian adalah sumber hidup mayoritas masyarakatnya. Untuk
itu, impor barang pertanian lebih di kurangi karena dapat mempengaruhi
pendapatan petani dan apabila pendapatan petani menurun maka kesejahteraan
petani juga ikut menurun.
DAFTAR PUSTAKA
Ashari, S. (2015). Kebijakan Impor dalam
Perdagangan. [Online]. Tersedia : http://www.ipapedia.web.id/2015/01/kebijakan-impor-dalam-perdagangan.html
[27 Februari 2017]
Suswati, E.
(2012). BAB II. [Online]. Tersedia : http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/927/bab%20II.docx?sequence=3. [27 Februari
2017]
Wajdi, M. (2013). Kebijakan
Impor, Hambatan Tarif, Hambatan Non-Tarif, dan Pelarangan Impor. [Online]. Tersedia : http://bunda-bisa.blogspot.co.id/2013/03/kebijakan-impor-hambatan-tarif-hambatan.html [27 Februari 2017]
Zulfahmi.
(2012). Makalah Kebijakan Impor Indonesia. [Online]. Tersedia : http://aceholic.blogspot.co.id/2012/10/makalah-kebijakan-impor-indonesia.html [27 Februari
2017]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar